Jumat, 23 Maret 2012

Berpikir Seperti Nabi

Kembali mempelajari ilmu-ilmu keagamaan setelah cukup lama untuk mempelajarinya adalah semacam mengulang jalan yang sama untuk menikmati pemandangan lingkungan secara detail, dan disetiap detailnya itu adalah permasalahan yang baru dikenal, begitulah kira-kira gambaran tentang perjalanan yang saya rasakan dalam menggali kembali pengetahuan agama, yang pasti saya sering menjadi bingung. Dan ini sangat mengasyikkan bagi saya.

Salah satu usaha saya dalam mengatasi kebingungan-kebingungan yang muncul dalam diri saya adalah membaca buku-buku yang mengupas permasalahan keagamaan, termasuk ketika (pernah suatu kali) saya didesak menemukan jawaban dari pertanyaan saya sendiri (mungkin waktu itu lagi setengah 'sinting': lebih suka bertanya kepada diri sendiri), yaitu mengenai sosok teladan, sosok yang patut jadi panutan bagi saya sendiri dalam memperdalam pengetahuan keagamaan.

Sesaat kemudian saya temukan kisah-kisah Rasulullah SAW. Yang sebagian kecil saja pernah saya dengar sebelumnya, selebihnya hal yang baru bagi saya, dan semuanya sangat mengagumkan, seperti misalnya keteladanan beliau tentang kesabaran yang pada akhirnya memunculkan kearifan dan cara berpikir yang elegan dalam menyelesaikan masalah.

Ada juga satu kisah yang menggambarkan sifat mulia dari Nabi Muhammad, dan cerita ini jadi begitu akrab melekat dalam ingatan saya, begini:  Alkisah, di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, “Jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya.”

Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah saw mendatanginya dengan membawakan makanan. Tanpa berucap sepatah kata pun, Rasulullah menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu, sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah Muhammad—orang yang selalu ia caci maki dan sumpah serapahi. Rasulullah saw melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah saw praktis tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu.
Suatu hari Abubakar berkunjung ke rumah anaknya Aisyah, yan g tidak lain tidak bukan merupakan istri Rasulullah. Ia bertanya kepada anaknya itu, “Anakku, adakah kebiasaan Rasulullah yang belum aku kerjakan?”

Aisyah menjawab, “Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja.”
“Apakah Itu?” tanya Abubakar penasaran. Ia kaget juga karena merasa sudah mengetahui bagaimana kebiasaan Rasulullah semasa hidupnya.
“Setiap pagi Rasulullah selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada di sana,” kata Aisyah.

Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil menghardik, “Siapakah kamu?”
Abubakar menjawab, “Aku orang yang biasa.”

“Bukan! Engkau bukan ora ng yang biasa mendatangiku,” bantah si pengemis buta itu dengan ketus “Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut setelah itu ia berikan padaku.”

Abubakar tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, “Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya. Orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah saw.”

Seketika itu juga kaget pengemis itu. Ia pun menangis mendengar penjelasan Abubakar, dan kemudian berkata, “Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun. Ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia…. ” Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar saat itu juga dan sejak hari itu menjadi Muslim.

Demikian sekedar menceritakan sepenggal pengalaman saya dalam pencarian, yang mungkin hanya sebagian kecil dari pembahasan dari buku "Berpikir Seperti Nabi" dimana didalamnya saya menemukan banyak sekali pengalaman baru (dan secara jujur harus saya akui, sebagian besar isinya belum rampung saya pahami). Buku ini memberi cukup gambaran kisah-kisah keteladanan para Nabi, sebagaimana judul bukunya "Berpikir Seperti Nabi: Perjalanan menuju kepasrahan" yang tidak hanya sekedar "sadermo nglakoni" tapi juga lebih dari "madep manteb marang Gusti"

Buku ini berisi tujuh pokok bahasan: Isyarat Nabi dan Doktrin Penciptaan, Mengapa Kita Mengimani dan Meneladani Nabi, Risalah dari Adam sampai Muhammad, Muhammad Penutup Para Nabi, Dari Mu’jizat Kembali ke Ayat, Sunnah Nabi dalam Berfikir, serta Perjalanan Menuju Kepasrahan: Mencari Filsafat, yang  ingin menjelaskan tentang pentingnya kepasrahan, ketundukan akal dalam beragama. Agama hanya berlaku bagi orang yang berakal, dan akal yang baik dalam memahami agama adalah akal yangtunduk kepada Tuhan, Rasul dan Al Qur'an.



Judul Berpikir Seperti Nabi  
No. ISBN 9791283397 
Penulis Fauz Noor 
Penerbit Lkis 
Tanggal terbit Februari - 2009 
Jumlah Halaman 508 

Jenis Cover Soft Cover 
Dimensi(L x P) 130x190mm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar