Kamis, 22 Maret 2012

Politik berpayung Fiqh

Politik adalah kepentingan, secara umum orang akan mengidentikkannya dengan segala yang gaduh dan kotor setiap kali mendengarnya.

Istilah politik berasal dari kata polis yang berarti negara kota, sehingga istilah politik menunjuk adanya hubungan khusus antar manusia yang hidup bersama. Dalam hubungan itu timbul aturan, kewenangan, legalitas dan kekuasaan.

Menurut Prof.Miriam Budihardjo, politik adalah bermacam-macam kegiatan yang menyangkut penentuan tujuan-tujuan dan pelaksanaan tujuan itu, politik memuat konsep-konsep pokok tentang negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijaksanaan (policy) dan pembagian (distribution) atau alokasi (alocation).

Sedangkan menurut Ramlan Surbakti mendefinisikan politik sebagai proses interaksi antara pemerintah dan masyarakat untuk menentukan kebaikan bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam satu wilayah tertentu.

Dalam pada itu, fungsi politik mencakup beberapa hal yang antara lain:  Perumusan kepentingan, adalah fungsi menyusun dan mengungkapkan tuntutan politik suatu negara; Pemaduan kepentingan, adalah fungsi menyatukan tuntutan kepentingan-kepentingan dari berbagai pihak dalam suatu negara dan mewujudkan sebuah kenyataan dalam berbagai alternatif kebijakan; Pembuatan kebijakan umum, adalah fungsi untuk mempertimbangkan berbagai alternatif kebijakan yang diusulkan oleh partai-partai politik dan pihak-pihak lain untuk dipilih, diantaranya sebagai satu kebijakan pemerintah; Penerapan kebijakan, adalah fungsi melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang; Pengawasan pelaksanaan kebijakan, adalah fungsi menyelaraskan perilaku masyarakat atau pejabat publik yang menentang atau menyeleweng dari kebijakan pemerintah dan norma-norma yang berlaku, atau fungsi mengadili pelanggar hukum (http://gendoetblog.blogspot.com)

Dalam realitas, ketika hanya dapat membicarakan keseharusan yang selalu saja bertabrakan realitas itu sendiri, seringnya masyarakat disodori dengan kenyataan politik yang terkesan penuh dengan skenario dan tak lagi menjalankan fungsinya. Terlebih dalam praksisnya tidak memberi satupun bentuk keteladanan demi kedewasaan masyarakat.

Korupsi, Mark up, dominasi kepentingan seakan mengarahkan masyarakat untuk kembali pada bentuk 'monarki absolut' daripada mengembangkan kehidupan yang demokratis. Inilah fakta betapa masih lemahnya politik Indonesia (pendapat ini dengan senang hati boleh disanggah), sekaligus memperjelas permainan politik yang tidak beretika yang pada akhirnya malah mengorbankan kewibawaan negara.

Membicarakan etika (moral) tentunya ada hal yang tidak boleh dilupakan, dimana moralitas bangsa Indonesia tidaklah sama dengan moralitas bangsa barat (dalam hal ini berkaitan dengan sumber dari moralitas itu sendiri), moralitas yang dimiliki bangsa Indonesia bersumber pada moralitas agama, apapun yang melanggar moral sudah pasti adalah dosa atau minimal tidak diperkenankan oleh agama. Sedangkan moralitas bangsa barat dengan tegas memberi pemisahan antara moralitas agama dengan moralitas sosial.

Dalam buku ini tidak bermaksud untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam, sebab Pancasila sudah disepakati sebagai ideologi negara, kita hanya dapat berusaha untuk selalu berbenah yang tentunya melalui dialog-dialog yang oleh Gus Dur disebut-sebut dengan istilah 'ketegangan kreatif' untuk mencapai sebuah konsensus.


Judul Buku       : Politik Berpayung Fiqh
Penulis              : DR. KH. A. Malik Madaniy, M. A
Penerbit           : Pustaka Pesantren
Cetakan           : Pertama 2010
Tebal                : xiv + 146 Halaman
Peresensi       :Yoehan Rianto P.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar